Minggu, 29 Januari 2012

Keadilan pada Sebilah Pedang


KIsah Abu Nawas kali ini akan menyajikan tentang kecerdikan Si abu Nawasdalam mengadili ibu muda yang saling memperebutkan ibu kandunganya.

Kisahnya.

Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin memiliki, rebutan.

Hakim rupanya mengalami kesulitan untuk memutuskan permpuan mana yang sebenarnya ibu si bayi itu.

Karena berlarut-larut, terpaksa Hakim menghadap Baginda untuk minta bantuan.

Akhirnya Baginda Raja turun tangan, taktik dan rayuan digunakan, namun tetap saja kedua ibu tadi saling ngotot mempertahankan.

Baginda putus asa.

Mengingat tak ada cara lain lagi, seperti biasanya Raja memanggil Abunawas, dan Abu Nawas harus menggantikan hakim untuk sementara waktu.

Abu Nawas tidak menjatuhkan putusan hari itu, namun ia menunda sampai hari berikutnya.

Mencari akal...

Keesokan harinya, sidang pengadilan mulai dilanjutkan lagi.

Abu Nawas memanggil algojo dengan pedang di tangan, dan memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.

"Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?" kata kedua perempuan itu dengan heran dan saling pandang.

"Sebelum aku mengambil tindakan, apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang berhak memilikinya?"kata Abu Nawas.

"Tidaak...bayi itu adalah anakku.." kata kedua perempuan itu secara serentak.

"Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah, maka aku dengan sangat terpaksa akan membelah bayi itu menjadi dua sama rata." jawab Abu Nawas mengancam.

Perempuan pertama sangat girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.

"Jangan...tolong jangan kau belah bayi itu.

Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu." kata perempuan kedua.

Abu Nawas pun tersenyum lega mendengar penuturan perempuan kedua itu.

Sekarang topeng mereka sudah terbuka, dan Abu Nawas pun segera menganbil bayi itu dan langsung menyerahkannya kepada perempuan kedua.

Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya.

Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih, apalagi di depan mata.

Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan ABU NAWAS.

Sebagai ungkapan rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan.

Akan tetapi Abu Nawas menolaknya, ia lebih senang menjadi rakyat biasa, sebagai orang desa.

Abu Nawas lebih suka hidup sederhana dan tidak gila jabatan seperti jaman sekarang ini.

Sumber: http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/02/mencari-keadilan-dengan-pedang.html

Keadilan untuk Sepotong Roti


Cerita ini terjadi di kota New York pada pertengahan 1930an ketika AS mengalami depresi ekonomi. Saat itu hari amat dingin. Di seluruh penjuru kota , orang-orang miskin nyaris kelaparan. Di suatu ruang sidang pengadilan, seorang hakim duduk menyimak tuntutan terhadap seorang wanita yang dituduh mencuri septong roti. Wanita itu berdalih bahwa anak perempuannya sakit, cucunya kelaparan, dan karena suaminya telah meninggalkan dirinya. Tetap saja penjaga toko yang rotinya dicuri menolak untuk membatalkan tuntutan. Ia memaksa bahwa wanita itu harus dihukum untuk menjadi contoh bagi yang lainnya.

Hakim itu menghela nafasnya. Sebenarnya ia enggan menghakimi wanita ini.

Tetapi ia tidak punya pilihan lain. "Maafkan saya," katanya sambil memandang wanita itu. "Saya tidak bisa membuat pengecualian.

Hukum adalah hukum, jadi Anda harus dihukum. Saya mendenda kamu sepuluh dolar, dan jika kamu tidak mampu membayarnya maka kamu harus masuk penjara sepuluh hari."

Wanita itu tertunduk, hatinya remuk. Tanpa disadarinya, sang hakim mencopot topinya, mengambil uang sepuluh dolar dari dompetnya, dan meletakkan uang itu dalam topinya. Ia berkata kepada hadirin.

"Saya juga mendenda masing-masing orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar lima puluh sen karena tinggal dan hidup di kota ini dan membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk menyelamatkan cucunya dari kelaparan.

Tuan Bailiff, tolong kumpulkan dendanya dalam topi ini lalu berikan kepada terdakwa."

Akhir cerita, wanita itu meninggalkan ruang sidang sambil mengantongi empat puluh tujuh dolar dan lima puluh sen, termasuk di dalamnya lima puluh sen yang dibayarkan oleh penjaga toko yang malu karena telah menuntutnya.

Tepuk tangan meriah dari kumpulan penjahat kecil, polisi New York , dan staf pengadilan yang berada dalam ruangan sidang mengiringi kepergian wanita itu..(henpastoro/milisperadi)